Bawaslu Tanggapi Putusan MK soal Sistem Pemilu: Tidak Ada yang Berubah

BUSER.ID//Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak gugatan terhadap beberapa pasal di UU Pemilu, khususnya pada sistem proporsional Pemilu. Pemilu 2024 mendatang, tetap akan dilaksanakan menggunakan sistem proporsional daftar terbuka.

Anggota Bawaslu, Puadi menilai bahwa secara teknis tidak ada yang berubah dari Undang-undang maupun putusan MK.

“Secara teknis tidak ada yang mengalami perubahan pasca hadirnya putusan MK sebab regulasi kepemiluan masih menggunakan sistem proporsional yang dilaksanakan secara terbuka,” kata Puadi saat dihubungi, Kamis (16/6).

Puadi mengatakan, sistem proporsional terbuka ini, pemilih lebih memungkinkan untuk memilih caleg sesuai preferensinya. Sebab, kalau sistem tertutup, pemilih hanya memilih gambar parpol.

“Dalam sistem ini, partai dan kandidat yang memperoleh suara terbanyak akan memiliki kesempatan lebih besar untuk mendapatkan kursi, sehingga berbagai kelompok politik dapat diwakili secara proporsional,” ujar dia.

“Dengan sistem proporsional terbuka ini memungkinkan representasi yang lebih akurat dari preferensi pemilih,” tambahnya.

Puadi memandang putusan MK ini sudah dipertimbangkan secara matang. Kendati begitu pada bagian pertimbangan Hakim MK disebut bahwa sistem proporsional baik terbuka atau tertutup masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Tak terkecuali politik uang (money politics).

Puadi mengatakan bahwa Bawaslu sebagai pengawas Pemilu akan menjalankan tugas dan fungsinya dalam mewujudkan Pemilu yang berintegritas.

Parpol hingga MK Tolak Politik Uang

Sebelumnya, terkait politik uang ini menjadi sorotan tersendiri setelah MK memutuskan bahwa sistem Pemilu tetap menggunakan sistem terbuka.

Adalah Ketua DPP PDI Perjuangan, Djarot Saiful Hidayat yang meminta KPU dan Bawaslu menindak caleg yang terindikasi ada politik uang.

PDIP sebelumnya mendukung sistem pemilu digelar tertutup (coblos partai). Salah satu alasan PDIP, sistem ini diharapkan dapat menekan politik uang.

“Saya sangat mengapresiasi keputusan MK dengan berbagai macam warning tadi. Warning yang paling utama adalah money politics.

Maka saya meminta, penyelenggara benar-benar tegas, taat, dan berani untuk melakukan, memberikan sanksi, kepada calon-calon yang melakukan praktik money politics,” kata Djarot dalam konpers PDIP, Kamis (15/6).

“Kalau perlu didiskualifikasi. Sehingga benar-benar sistem ini bisa menghasilkan calon-calon atau anggota terpilih yang berkualitas, berintegritas, dan komitmen untuk bisa memecahkan persoalan rakyat di tingkat akar rumput itu betul terjaga,” imbuh dia.

Politik uang ini juga disoroti oleh perwakilan DPR yang hadir sebagai pihak terkait dalam sidang pembacaan putusan oleh MK soal sistem Pemilu.

“Kalau misalnya sistem proporsional terbuka dilaksanakan dan masih ada praktik-praktik money politics di tengah masyarakat, maka ini adalah peran Bawaslu yang boleh bekerja sampai ke bawah,” ucap Sapriansa di Gedung MK, Kamis (16/6).

MK meminta penegak hukum untuk tegas menindak para aktor yang terlibat politik uang. MK menyatakan agar siapa pun yang terlibat untuk dihukum secara adil. Statusnya sebagai caleg juga dibatalkan.

“Khusus calon anggota DPR, DPRD yang terbukti terlibat dalam praktik politik uang, harus dibatalkan sebagai calon dan diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” tuturnya.

“Bahkan untuk efek jera, partai politik yang terbukti membiarkan berkembangnya praktik politik uang dapat dijadikan alasan oleh pemerintah untuk mengajukan permohonan pembubaran partai politik yang bersangkutan,” Tutup Saldi.

Ket. Foto:
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kiri) memimpin jalannya sidang sidang pleno perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait uji materi UU Pemilu soal sistem pemilihan legislatif proporsional terbuka di Gedung MK, Jakarta. Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto

Sumber: kumparan

Pos terkait